Perjalanan kali ini memakan waktu 10 hari di penghujung tahun 2009 yang lalu dan dimulai dari pesisir timur Australia hingga pesisir barat Australia. Saat itu bertepatan dengan liburan panjang dan musim panas di Australia. Selain pertama kalinya ke Australia, perjalanan ini saya tempuh hanya seorang diri.
Day 1:
Saya menggunakan maskapai bertarif murah dari Kuala Lumpur menuju kota tujuan pertama yaitu Gold Coast. Kota ini berada di negara bagian Queensland dan berjarak sekitar 120 KM dari Brisbane. Gold Coast merupakan salah satu kota wisata yang sering dikunjungi saat liburan Natal dan Tahun Baru, sebab selain menyuguhkan pantai dengan pasir putihnya yang menawan, Gold Coast juga memiliki atraksi hiburan ala Hollywood, yakni Dreamworld dan Warner Bros Movie World.
Sesampainya saya di terminal kedatangan, terlebih dahulu backpack saya titipkan di loker otomatis di area parkir bandara sebelum berjalan-jalan disekitar Gold Coast. Di kota ini saya tidak menginap, sebab malam harinya harus berangkat lagi ke Sydney. Nah, sebelum berangkat saya mencoba mengitari beberapa pantai di Gold Coast seperti Palm Beach, Burleigh Heads dan Surfers Paradise serta tidak lupa naik ke Observation Deck di Q1 Tower. Dari atas menara tersebut kita bisa memandang kota Gold Coast dengan garis pantainya yang indah.
Setelah puas berjalan-jalan dan makan, saya kembali ke bandara Coolangata Gold Coast dan meneruskan perjalanan menuju Sydney menggunakan maskapai Australia bertarif rendah. Anehnya maskapai ini menawarkan early flight kepada saya sebab saya check in lebih awal dan seat di flight tersebut masih ada yang kosong (hehe...lumayan bisa tiba lebih awal di Sydney). Jarak antara keduanya sekitar 900 KM dan ditempuh sekitar 2 Jam.
Tiba di Sydney saya meneruskan perjalanan ke tengah kota dengan kereta bawah tanah menuju hostel di daerah George street yang kebetulan merupakan area backpacker di Sydney. Saya menginap di kamar yang berisi 6 orang dan didalamnya terdapat 5 teman baru dari Jerman. Setelah cukup lama berbincang-bincang mengenai perjalanan masing-masing, sayapun akhirnya terlelap sambil bermimpi untuk perjalanan esok harinya...hhmmm.
Day 2:
Hari kedua di Australia tepatnya Sydney, perjalanan dimulai dari stasiun kereta Central menuju Opera House. Sampai di Circular Quay (stasiun pemberhentian menuju Opera House) sudah banyak orang yang hilir mudik, ada yang menuju dermaga kapal untuk berlayar, ada yang duduk sarapan dan bengong, ada yang berjualan cinderamata, bahkan ada atraksi jalanan dari suku Aborigin berupa musik tradisional mereka.
Dari Circular Quay saya berjalan menuju Opera House yang terkenal itu. Sepanjang perjalanan ada Harbour bridge yang berdiri megah, cafe dan restauran yang dikemas menarik serta atraksi permainan air dengan speed boat dan pendakian Harbour bridge yang menantang adrenalin.
Selepas dari Opera House, saya menuju Darling Harbour dengan berbekal tiket pas untuk 1 hari dengan menaiki feri (tiket pas berlaku untuk semua moda transportasi: kereta, bis dan feri). Layaknya bis kota, feri yang saya naiki juga berhenti di tiap-tiap pelabuhan kecil untuk mengantar penumpang ke beberapa spot wisata seperti Luna Park, Sydney Theater, Musium Maritim dan beberapa pemukiman penduduk.
Di area Darling Harbour sendiri terdapat Sydney Aquarium dan Sydney Wildlife World yang didalamnya terdapat beragam spesies langka yang ada di seluruh Australia. Setelah selesai berkeliling, saya sempatkan duduk-duduk menikmati pemandangan Darling harbour. Aroma lautnya yang segar, tatanan pelabuhan yang rapi, ragam jajanan yang menggiurkan, didukung cuaca yang berawan dan angin sepoi-sepoi rasanya kalau sudah duduk jadi lupa berdiri...hihihihi iklan banget.
Waktu lokal menunjukkan pukul 19.30, wah kok ‘ga berasa padahal kalau di Indonesia sudah gelap, sedang di Sydney saat musim panas, hari belumlah gelap. Berhubung feri terakhir adalah jam 20.00, maka bergegaslah saya menuju dermaga tempat saya menaiki feri untuk kembali ke Circular Quay dan menuju hostel. Esok hari saya sudah harus berpindah kota lagi niy, menuju Adelaide.
Day 3:
Dari Sydney menuju Adelaide saya lalui dengan pesawat udara, selain lebih murah dibanding bis dan kereta, waktu yang dihemat lumayan banyak, sebab cuti karyawan kan terbatas hehehe..
Di Adelaide saya juga tidak menginap, sebab malam harinya saya akan meneruskan perjalanan menuju Alice Spring dengan bis malam. Selama menunggu waktu hingga keberangkatan berikutnya, saya mengelilingi kota Adelaide mulai dari gedung pemerintahan, Universitas, Galeri seni, Musium, Pabrik Coklat hingga taman kota. Kota Adelaide tidaklah luas, hanya dengan waktu sekitar 3 jam saya sudah dapat mengelilingi pusat kotanya. Setelah selesai berkeliling, saya menuju Adelaide Central Bus station dan sekitar pukul 18.00 berangkatlah saya menuju Alice Spring.
Alice Spring adalah salah satu satu kota di tengah Australia dan termasuk negara bagian Northern Territory. Perjalanan menuju Alice Spring memakan waktu sekitar 20 Jam dengan rute seperti bis malam di Indonesia. Bis yang saya tumpangi hanya diisi oleh 7 orang penumpang termasuk Supir dan setiap beberapa jam, bis tersebut berhenti untuk istirahat sejenak bagi penumpang maupun Supir. Bedanya dengan bis malam di Indonesia, bis malam di Australia tidak berhenti di rumah makan Padang, melainkan di bar-bar lokal atau pub.....hehe berasa di “Wild West”
Day 4:
Sepanjang perjalanan menuju Alice Spring pemandangan berubah 180 derajat, dari kota yang dipenuhi pepohonan hijau menjadi pemandangan alam yang gersang penuh dengan padang rumput kering serta kaktus seperti di gurun. Mataharipun semakin “galak” bersinar, terlebih lagi saat itu musim panas.
Saya tiba di Alice Spring sekitar pukul 11 siang, setelah makan siang di restaurant terdekat, saya melangkahkan kaki ke arah hostel. Sebenarnya Alice Spring bukanlah kota yang hendak saya kunjungi, tetapi berhubung hanya kota ini yang terdekat dengan Ayers Rock (kota tujuan saya berikutnya), maka saya jadikan kota ini sebagai tempat beristirahat semalam.
Walaupun tidak berjalan-jalan di kota Alice Spring, saya sempatkan melongok ke bagian informasi kota tersebut yang tidak jauh dari penginapan. Alice Spring merupakan kota kecil yang hanya memiliki 5 jalan raya dan dibatasi oleh sungai yang nyaris kering sepanjang tahunnya karena khusus di negara bagian Northern Territory tidak mendapatkan 4 musim seperti negara bagian lainnya, sehingga kondisinya seperti negara tropis (tapi kayaknya lebih gersang deh). Selain itu, kota tersebut ternyata dulunya pernah di gunakan sebagai basis intelijen untuk aktifitas spionase...wah jadi inget Mission Impossible.
Day 5:
Pagi hari saya menaiki bis ke kota Ayers Rock, perjalanan ke kota tesebut berlangsung selama 5 Jam. Di sepanjang jalan yang saya lihat banyak sekali peternakan Onta (saya pikir Onta hanya ada di Timur Tengah ajaaa). Kalau kita mampir kesana ada beberapa atraksi yang dapat dinikmati. Atraksi menaiki Onta sepanjang 1 yard mengeluarkan biaya 2 AUD. Saya ogah naik.....sebab selain mahal, ontanya suka meludah hihihihi.
Selain peternakan Onta, bis juga berhenti di pusat kesenian Aborigin yang nyaris tersebar sepanjang perjalanan menuju Ayers Rock. Di tempat tersebut banyak menyuguhkan hasil kerajinan Aborigin dari mulai ukiran, lukisan dan berbagai seni lainnya yang tertuang dalam bermacam bentuk cinderamata.
Sebenarnya apa yang membuat saya tertarik ke Ayers Rock? Berdasarkan informasi teman dan hasil melanglang buana di dunia maya, saya mendapati bahwa di Ayers Rock terdapat sebuah batu besar yang baik dari sisi geologi maupun kepercayaan Aborigin memiliki arti penting, bahkan keindahannya pun dapat mempesona mata kita. Nama batu tersebut adalah Uluru atau Kata Tjuta. Rencananya saya akan melihat batu itu di sore hari dan esok paginya saat matahari terbit.
Di Ayers Rock saya meninap selama 2 malam. Penginapan terdekat hanya 1, yakni berupa komplek penginapan dan resort, selebihnya berada sejauh 5 jam perjalanan di kota-kota kecil yang tersebar disekitar Ayers Rock. Di komplek tersebut terdapat bermacam penginapan dengan berbagai tingkat kemewahan, dari hotel berbintang hingga area berkemah. Komplek ini juga dilengkapi dengan sarana perbelanjaan yang besar dan restaurant serta public service seperti pemadam kebakaran, kantor pos, shuttle bus dan lain-lain. Berhubung budget pas-pasan tidak mungkin saya tidur di hotel berbintang, tapi tidak mungkin pula jika saya berkemah (musim panas boww), jadi saya cari yang sejenis losmen saja (tapi itupun sangat mahal menurut saya...ya sudahlah).
Akhirnya pada sore hari saya menuju Uluru yang terkenal itu. Batuan tersebut benar-benar menakjubkan, terbentang sejauh 8 KM dengan tinggi 318 meter (dasyaaaattt...). Tidak hanya itu, batuan tersebut ternyata berongga seperti bentuk gulungan ombak dan memiliki sumber mata air, didalamnya terdapat banyak lukisan kuno peninggalan suku Aborigin terdahulu.
Day 6:
Berdasarkan informasi yang saya terima, batuan Uluru memiliki keindahan warna yang bervariasi tergantung pergeseran matahari di setiap musim. Saat matahari terbit kala saya berkunjung, warna yang terpancar seperti coklat dan saat matahari terbenam sepert merah menyala, bahkan saya mendengar di musim lain batuan tersebut bisa berwarna kuning (memang Tuhan Maha Agung ya).
Selama di Ayers Rock saya mengikuti tur lokal disana, sebab selain tidak ada pemandu lepas, bis umum ke area wisata tidak ada dan hanya bergantung kendaraan dari tur tersebut (hebat startegi pariwisatanya).
Selain Uluru adapula batuan serupa yang lebih berbongkah-bongkah. Tidak seperti Uluru yang dilarang untuk pendakian, batuan ini (olga) bisa dilintasi dan setelah sampai diatasnya terasa sekali angin bertiup mengalahkan teriknya panas matahari (41 derajat Celcius lho...) jadi terbayar sudah lelahnya melihat batuan Uluru dan mendaki Olga.
Day 7:
Hari terakhir di Ayers Rock saya bersiap-siap untuk check out dan bertolak menuju kota pemberhentian terakhir yaitu Perth, ibukota Australia bagian barat. Pesawat yang saya naiki tidak bisa langsung menuju Perth dan harus transit dua kali di Alice Spring dan Darwin (sayang waktu transitnya pendek, kalo nggak saya sudah jelajahi kota Darwin).
Sore hari, akhirnya saya sampai juga di Perth, cuaca masih agak panas, tapi masih lebih baik dibanding Australia tengah dan selatan yang cenderung kering. Saya menaiki airport shuttle service ke arah Northbridge tempat saya menginap selama di Perth.
Berhubung hari sudah malam, jadi saya habiskan waktu untuk makan dan berjalan-jalan disekitar area penginapan, setelah itu saya sempatkan mencuci pakaian dengan mesin cuci di penginapan, maklum backpacker ...stok baju terbatas hehehehe.
Day 8:
Hari kedelapan saya bersiap untuk menjelajahi kota Perth, dengan menaiki bis CAT kita dapat mengitari kota Perth hingga puas (gratis lhooo).
Pertama saya menuju Barrack street, disana banyak Mall-Mall berdiri, disana pula terdapat tempat-tempat yang menjual pernak-pernik Australia khususnya Perth dan terbilang murah bila dibandingkan gift shop di tempat-tempat wisata. Dari Barrack street saya melanjutkan perjalanan ke Bell Tower tempat berkumpulnya bel-bel terkenal di seluruh dunia. Dari atas menaranya kita dapat melihat keindahan kota Perth dan sungai Swan.
Lalu saya berpindah ke Kings Park yang memiliki area luas sebagai taman kota dan dipakai sebagai fasilitas umum. Terlebih saat musim panas, warga kota Perth senang sekali beraktifitas diluar seperti di Kings Park, dari mulai berjemur, bermain bola atau hanya duduk-duduk menikmati sinar matahari pagi.
Terakhir saya ke Trigg beach yang langsung berhadapan dengan Samudra Hindia menikmati matahari terbenam, sekaligus melihat pemandangan sekitar pantai yang banyak dibangun pemukiman warga sekitar Perth, dengan lingkungan yang asri, bersih dan ramah.
Day 9:
Hari terakhir di Perth saya gunakan untuk pergi menuju Albany di bagian selatan Perth, berjarak 5 jam perjalanan dengan bis dan terletak di ujung Benua mungil tersebut. Cuaca didaerah Albany terbilang dingin walaupun di musim panas, sebab posisinya yang sudah dekat dengan kutub selatan memungkinkan udara di musim panas tetap sejuk.
Di Albany, pertama kali yang saya kunjungi adalah lembah yang di dalamnya terdapat jutaan pohon-pohon tua yang menjulang tinggi dan berbatang putih. Daerah ini juga dipenuhi perbukitan dan ternak sapi perah. Sekilas apabila di bayangkan pemandangan di daerah Albany seperti pegunungan yang ada di Eropa.
Selain itu saya mengunjungi “Tree Top Walk” yakni area wisata jembatan gantung diantara pohon-pohon tua yang memang banyak terdapat di Albany. Tinggi pohon-pohon tersebut rata-rata 80 – 100 meter dan jembatannya berada di ketinggian 40 – 60 meter.
Uniknya jembatan ini tidak disangga di tengah jembatan melainkan di pinggir-pinggirnya dan tertambat diantara pohon-pohon tua, alhasil saat angin bertiup kencang jembatan itupun bergoyang (padahal terbuat dari logam lhoo).
Day 10:
Dini hari akhirnya saya bertolak ke bandara untuk kembali ke tanah air melalui Denpasar.
Selesai sudah perjalanan saya, walau sendirian, perjalanan ini menyenangkan dan banyak kisah seru yang saya peroleh. Lain waktu saya bertekad akan mengunjunginya kembali.
Halo Mbak! Salam kenal! Saya berencana ke Ayers Rock bulan Mei. Rencananya saya terbang dari Sydney langsung ke Ayers Rock. Trus baliknya langsung ke Gold Coast. Tapi tiketnya mahal banget. Dulu dpt tiket ke/dari Ayers Rock di harga berapa? Ada rekomendasi hostel murah nggak di Ayers Rock? Kalo mau ke Uluru dari Ayers Rock Town jauh nggak? harus ikut tur or ada kendaraan umum menuju ke sana? Thanks.
BalasHapus